Arsip Blog

Apa jadinya kalo pengidap Asma terjebak Asmara…


SEBAGAI  penderita asma, Teguh, 25, paling tersiksa jika harus naik tangga ke lantai dua rumahnya. Celakanya, naik tangga saja susah, dia bercita-cita bisa naiki bini tetangga! Berhasil sih memang berhasil. Tapi karena “koalisi” dengan Ny. Yatmini, 45, ini sifatnya paksaan, Teguh harus berurusan dengan polisi.

Antara cita-cita dan kendala, selalu berbanding lurus. Maksudnya, tiada cita-cita tanpa rintangan, betapapun nylekethe (sederhana) cita-cita itu sendiri. Tapi justru hambatan dan rintangan tersebut, seseorang menjadi tahan uji, dan semakin matang jiwanya. Kegagalan demi kegagalan akan disiasatinya. Dan ketika cita-cita itu telah berhasil dicapainya, betapa bahagia jiwa ini. Jerih payah dan sedih sendunya selama ini, terbayar sudah.

Yang dicita-citakan Teguh dari Desa Cepaka Kecamatan Trrirenggo, Bantul DIY ini agak lain. Bukan kepengin jadi dokter atau jadi anggota DPR, tapi hanya ingin memiliki  perempuan cantik. Celakanya, yang ditaksir bukanlah wanita bebas merdeka, tapi justru istri tetangganya sendiri. Makin kacau lagi, Ny. Yatmini yang ditaksirnya justru berusia jauh di atasnya.

Bayangkan, usia Teguh baru seperemat abad, sedangkan wanita yang diudakudaknya berusia sembilan Pelita. Agaknya, Teguh ini memang pecinta benda purbakala!

Akibat penyakit Odipus Complex tersebut, dia selalu berusaha mendekati dan tebar pesona pada Ny. Yatmini. Tentu saja wanita ini tak pernah menanggapi. Mana mungkin sudah punya suami kok masih menerima cinta lelaki lain. Ibarat partai, kalau sudah koalisi ke Demokrat ya tetap setia pada Demokrat, bukan menebar kaki ke mana-mana. Dalam deklarasi Mega-Pro, ada. Tapi ketika deklarasi JK-Win ngglibet juga.

Namun sebagai wanita bijak, gelagat aspirasi urusan bawah Teguh ini hanya disimpannya sendiri, tak pernah dipublikasikan ke mana-mana, terlebih-lebih pada suaminya. Bahkan dia pernah menasehati Teguh, agar mencari wanita yang lebih cantik dan seumur. Tapi ternyata pemuda tetangga itu memang mbregudul (keras kepala). “Mbak Yatmi adalah Ken Dedes-ku, jadi kalau ditolak saya bisa berbuat macam Ken Arok,” katanya agak mengancam.

Gila! Masak mau meniru Ken Arok, berarti Teguh akan membunuh suami Yatmini? Bukan! Dengan “keris Empu Gandring” miliknya, dia hendak “menusuk” paksa Ny. Yatmini bila tetap tak meladeni cinta dan kasihnya. Tentu saja Yatmini terkaget-kaget juga. Masak, pemuda yang napasnya suka tinggal satu dua karena asma begitu, punya keberanian unuk memaksakan kehendak. Tapi itulah Teguh: meski meski naik tangga saja ngos-ngosan, masih juga pengin menaiki bini tetangga!

Kenyataannya, ancaman Teguh bukan sekadar gertak sambal. Dia bertekad harus bisa menikmati tubuh putih mulus Ny. Yatmini. Dan kesempatan itu terbuka beberapa hari lalu, saat suami wanita tetangga tersebut sedang tugas ke luar kota. Ny. Yatmini yang tengah tidur siang di kamarnya, tahu-tahu dicemplak. Tentu saja wanita STNK (Setengah Tua Namun Kenyal) ini kaget, karena tahu-tahu  ada lelaki telanjang nangkring di tubuhnya. “Maling, maling….!” Teriak Ny. Yatmini.

Uut, gawat! Teguh yang sudah siap dengan “keris”-nya, tak menduga dapat perlawanan semacam itu. Dia segera membenahi tubuhnya dan kabur loncat jendela. Tapi karena penyakit asmanya pula, dia tak mampu lari berlama-lama. Dengan napas tersengal-sengal dia digelandang ke Polsek Trirenggo. Dalam pemeriksaan polisi Teguh mengakui sangat bernafsu manakala lihat betis Yatmini yang begitu mbunting padi kayak punya peragawati. Lho, kok makmum penulis rubrik ini?